Selamat Datang di kawasan anker arief aprianto

Senin, 22 Februari 2010

Keajaiban Allah

Aneka foto nyata di alam bukti kebesaran Allah, asmaNya ada disekitar kita...!

Kami akan memperlihatkan kepada mereka tanda-tanda (kekuasaan) Kami di segala wilayah bumi dan pada diri mereka sendiri... [41:53]

Date: 04/05/2007
Size: 51 items (53 items total)

Hoax

Yang jelas-jelas bukan!

Date: 04/06/2007
Size: 2 items
Views: 23934

Mata air zamzam

Inilah sumber mata air zam-zam yang airnya tidak pernah habis mengalir sampai sekarang.

Date: 04/09/2007
Owner: microsky
Views: 25144

africa

africa

Date: 02/18/2004
Owner: oryza
Views: 11535

africa2

africa2

Date: 02/18/2004
Owner: oryza
Views: 16708

alaskaaurora

alaskaaurora

Date: 02/18/2004
Owner: oryza
Views: 13857

allahclouds

allahclouds

Date: 02/18/2004
Owner: oryza
Views: 10514

allahinarabic

allahinarabic

Date: 02/18/2004
Owner: oryza
Views: 8035

allahinhand

allahinhand

Date: 04/07/2007
Owner: oryza
Views: 11272

allahmountain

allahmountain

Date: 04/07/2007
Owner: oryza
PERSAHABATAN
Pagi hari saat aku terbangun tiba-tiba ada seseorang memanggil namaku. Aku melihat keluar. Ivan temanku sudah menunggu diluar rumah kakekku dia mengajakku untuk bermain bola basket.“Ayo kita bermain basket ke lapangan.” ajaknya padaku. “Sekarang?” tanyaku dengan sedikit mengantuk. “Besok! Ya sekarang!” jawabnya dengan kesal.“Sebentar aku cuci muka dulu. Tunggu ya!”, “Iya tapi cepat ya” pintanya.Setelah aku cuci muka, kami pun berangkat ke lapangan yang tidak begitu jauh dari rumah kakekku.“Wah dingin ya.” kataku pada temanku. “Cuma begini aja dingin payah kamu.” jawabnya.Setelah sampai di lapangan ternyata sudah ramai. “Ramai sekali pulang aja males nih kalau ramai.” ajakku padanya. “Ah! Dasarnya kamu aja males ngajak pulang!”, “Kita ikut main saja dengan orang-orang disini.” paksanya. “Males ah! Kamu aja sana aku tunggu disini nanti aku nyusul.” jawabku malas. “Terserah kamu aja deh.” jawabnya sambil berlari kearah orang-orang yang sedang bermain basket.“Ano!” seseorang teriak memanggil namaku. Aku langsung mencari siapa yang memanggilku. Tiba-tiba seorang gadis menghampiriku dengan tersenyum manis. Sepertinya aku mengenalnya. Setelah dia mendekat aku baru ingat. “Bella?” tanya dalam hati penuh keheranan. Bella adalah teman satu SD denganku dulu, kami sudah tidak pernah bertemu lagi sejak kami lulus 3 tahun lalu. Bukan hanya itu Bella juga pindah ke Bandung ikut orang tuanya yang bekerja disana. “Hai masih ingat aku nggak?” tanyanya padaku. “Bella kan?” tanyaku padanya. “Yupz!” jawabnya sambil tersenyum padaku. Setelah kami ngobrol tentang kabarnya aku pun memanggil Ivan. “Van! Sini” panggilku pada Ivan yang sedang asyik bermain basket. “Apa lagi?” tanyanya padaku dengan malas. “Ada yang dateng” jawabku. “Siapa?”tanyanya lagi, “Bella!” jawabku dengan sedikit teriak karena di lapangan sangat berisik. “Siapa? Nggak kedengeran!”. “Sini dulu aja pasti kamu seneng!”. Akhirnya Ivan pun datang menghampiri aku dan Bella.Dengan heran ia melihat kearah kami. Ketika ia sampai dia heran melihat Bella yang tiba-tiba menyapanya. “Bela?” tanyanya sedikit kaget melihat Bella yang sedikit berubah. “Kenapa kok tumben ke Jogja? Kangen ya sama aku?” tanya Ivan pada Bela. “Ye GR! Dia tu kesini mau ketemu aku” jawabku sambil menatap wajah Bela yang sudah berbeda dari 3 tahun lalu. “Bukan aku kesini mau jenguk nenekku.” jawabnya. “Yah nggak kangen dong sama kita.” tanya Ivan sedikit lemas. “Ya kangen dong kalian kan sahabat ku.” jawabnya dengan senyumnya yang manis.Akhinya Bella mengajak kami kerumah neneknya. Kami berdua langsung setuju dengan ajakan Bela. Ketika kami sampai di rumah Bela ada seorang anak laki-laki yang kira-kira masih berumur 4 tahun. “Bell, ini siapa?” tanyaku kepadanya. “Kamu lupa ya ini kan Dafa! Adikku.” jawabnya. “Oh iya aku lupa! Sekarang udah besar ya.”. “Dasar pikun!” ejek Ivan padaku. “Emangnya kamu inget tadi?” tanyaku pada Ivan. “Nggak sih!” jawabnya malu. “Ye sama aja!”. “Biarin aja!”. “Udah-udah jangan pada ribut terus.” Bella keluar dari rumah membawa minuman. “Eh nanti sore kalian mau nganterin aku ke mall nggak?” tanyanya pada kami berdua. “Kalau aku jelas mau dong! Kalau Ivan tau!” jawabku tanpa pikir panjang. “Ye kalau buat Bella aja langsung mau, tapi kalau aku yang ajak susah banget.” ejek Ivan padaku. “Maaf banget Bell, aku nggak bisa aku ada latihan nge-band.” jawabnya kepada Bella. “Oh gitu ya! Ya udah no nanti kamu kerumahku jam 4 sore ya!” kata Bella padaku. “Ok deh!” jawabku cepat.Saat yang aku tunggu udah dateng, setelah dandan biar bikin Bella terkesan dan pamit keorang tuaku aku langsung berangkat ke rumah nenek Bella. Sampai dirumah Bella aku mengetuk pintu dan mengucap salam ibu Bella pun keluar dan mempersilahkan aku masuk. “Eh ano sini masuk dulu! Bellanya baru siap-siap.” kata beliau ramah. “Iya tante!” jawabku sambil masuk kedalam rumah. Ibu Bella tante Vivi memang sudah kenal padaku karena aku memang sering main kerumah Bella. “Bella ini Ano udah dateng” panggil tante Vivi kepada Bella. “Iya ma bentar lagi” teriak Bella dari kamarnya. Setelah selesai siap-siap Bella keluar dari kamar, aku terpesona melihatnya. “Udah siap ayo berangkat!” ajaknya padaku.Setelah pamit untuk pergi aku dan Bella pun langsung berangkat. Dari tadi pandanganku tak pernah lepas dari Bella. “Ano kenapa? Kok dari tadi ngeliatin aku terus ada yang aneh?” tanyanya kepadaku. “Eh nggak apa-apa kok!” jawabku kaget.Kami pun sampai di tempat tujuan. Kami naik ke lantai atas untuk mencari barang-barang yang diperlukan Bella. Setelah selesai mencari-cari barang yang diperlukan Bella kami pun memtuskan untuk langsung pulang kerumah. Sampai dirumah Bella aku disuruh mampir oleh tante Vivi. “Ayo Ano mampir dulu pasti capek kan?” ajak tante Vivi padaku. “Ya tante.” jawabku pada tante Vivi.Setelah waktu kurasa sudah malam aku meminta ijin pulang. Sampai dirumah aku langsung masuk kekamar untuk ganti baju. Setelah aku ganti baju aku makan malam. “Kemana aja tadi sama Bella?” tanya ibuku padaku. “Dari jalan-jalan!” jawabku sambil melanjutkan makan. Selesai makan aku langsung menuju kekamar untuk tidur. Tetapi aku terus memikirkan Bella. Kayanya aku suka deh sama Bella. “Nggak! Nggak boleh aku masih kelas 3 SMP, aku masih harus belajar.” bisikku dalam hati.Satu minggu berlalu, aku masih tetap kepikiran Bella terus. Akhirnya sore harinya Bella harus kembali ke Bandung lagi. Aku dan Ivan datang kerumah Bella. Akhirnya keluarga Bella siap untuk berangkat. Pada saat itu aku mengatakan kalau aku suka pada Bella.“Bella aku suka kamu! Kamu mau nggak kamu jadi pacarku” kataku gugup.“Maaf ano aku nggak bisa kita masih kecil!” jawabnya padaku. “Kita lebih baik Sahabatan kaya dulu lagi aja!”Aku memberinya hadiah kenang-kenangan untuknya sebuah kalung. Dan akhirnya Bella dan keluarganya berangkat ke Bandung. Walaupun sedikit kecewa aku tetap merasa beruntung memiliki sahabat seperti Bella. Aku berharap persahabatan kami terus berjalan hingga nanti.
PACARKU DANCER
Hari ini Pina disuruh gurunya untuk mengantarkan tugas LKS kerunag guru,dia pergi keruang guru bersama temannya Vika dan ketika mereka melewati satu ruangn Vika berhenti didepan ruangn tersebut.Pina yang terburu-buru ingin mengantarkan buku kerungan guru langsung menghampirinya.
"Ngapain sih...?"tanyanya bingung
"Ih...keren banget"kata Vika geregetan
"Apaan"tanyanya penasaran dan langsung melihat kearah yang dilihat Vika,tapi entah kenapa reaksinya sangat berbeda dengan Vika"Apnya yang keren sih...aneh lu.."Kata Pina langsung meninggalkan Vika berdiri sendirian didepan ruangn tersebut"Vik...cepetan malah bengong aja disitu"Bentak Pina yang langsung membuat Vika beranjak dari depan ruangan tersebut tapi Vika masih sempat melirik kearah ruangan tersebut.
"Ih...keren banget Pin"kata Vika yang masih terlihat geregetan dan terpesona.
"Dasar aneh apa bagusnya coba yang lu liat tadi"Kata Pina heran
"Ih...lu mah nggak tahu seni ya..Pin"kata Vika agak kesal
"Seni apaan"jawab Pina ketus"dah taruh dulu LKSnya diruang furu"Pina mengingatkan Vika mengenai tugasnya
"Iya..."jawab Vika malas
setelah menaruh LKS diruang guru mereka pun kembali kekelas mereka dan melewati ruangn tadi.Pina kali ini cuek melihat tingkah teman sekelasnya itu,Vika masih saja terpaku saat melewati ruangn yang tadi mereka lewati.
ketika dikelas.
"Pin...ih..keren banget lu tadi nggak liat sih"Kata Vika yang langsung menghampiri Pina ketika ia sedang membaca buku biologinya
"Apaan sih..lu biasa aja kali"kata Pina yang terlihat kesal dengan tingkah aneh temannnya itu.
"Ah...bener kata gua lu mamang nggak punya seni"Perkataan Vika membuat Pina kesal
'Apa..maksud lu"tanya Pina kesal
"Ya...iya kan kalo lu punya jiwa seni lu pasti tertarik untuk mengomentari apa yang gua lit tadi"Kata Vika
"Eh..yang tadi itu bukan seni tapi banci"Kata Pina kesal
"Banci...orang keren begitu banci,bener-bener nggak ngerti ni anak"kata Vika sambil menggelngkan kepalanya
"Ya..kalo bukan banci apa namanya"kata Pina kesal
"Ah..susah ngajak ngomong lu"kata Vika yang lali meninggalkan Pina sendirian.
Pina pun langsung melanjutkan membaca buku biologinya.Pina memang kurang mengerti seni oleh karena itu pelejaran keseniannya pun tidak pernah mendapatkan nilai yang memuaskan.tapi untuk pelajaran yang lainnya Pina nomor satu.
"Kenapa sih..pin lu ko abis anterin buku sam Vika jadi ribut"Tanya Farah teman sebangkunya
"Tahu tuh anak tadi kita lagi lewat ruangn kesenian dia langsung kaya orang kesirep aja bengong dan terpesona"kata Pina kesal
"Memngnya apa yang kalin liat"Tanya Farah penasaran
"Apaan nggakada yang menarik tau far"Pina masih kesal
"Iya..apaan"Farah berusaha sabar mnghadapi teman sebangkunya itu
"Cuma orang nari-nari kaya orang gila begitu dia bilang keren"Kata Pina kesal
"Oh...gua kira apaan"Fara hampir tertawa mendengar penjelasan Pina
satu minngu kemudian.
"Pin...Vika kan sekarang jadi anak dancer"Kata Fara ketika melihat teman sebangkunya itu baru datang
"Ah...memangnya gua pikirin'kata Pina tidak perduli
"Ya..gua cuma kasih tahu aja kali aja lu minat gabung juga kaya dia"ledek Fara
"Ih..ogah gua nggak mau ikit gitu-gituan"kata Pina seperti orang jijik
"Oh..begitu"kata Fara yang langsung diam
"Eh..kenapa nggak lu aja yang ikit gabung far"Kata Pina tiba-tiba
"Gua??kenapa?"fara heran
"Iya...lu kan selalu dapat nilai bagus dalam pelajaran kesenian berarti lu punya bakat seni dan mengerti seni kan?"kata PIna polos hingga membuat Fara tertawa
"Ha....ha...ha..."Fara tertawa geli
"Ih..lu kenapa sih malaj ngetawain gua"Pina kesal
"nggak sory Pin"kata Fara yang masih tertawa"Begini ya..Pin..."Fara menjelaskan sambil menahan tawanya"Seni gua memang suka seni tapi bukan berarti gua punya bakat seni"
"oh..begitu ya..."kata Pina polos
"Pina..Pina...lu lucu banget sih..."Fara masih tertawa
"Udah sih..berhenti ketawanya,Pina terlihat kesal dan malu karena ditertawakan Fara.
"Ih..gila dia manis banget ya..."tiba-tiba Sila berbicara dari arah belakang bangku Pina
"Apaan sih..."kata Pina heran
"Itu..cowok manis banget"kata Sila geregetan
"Oh..cowok.."Fara santai menanggapinya
"Ih..iya..manis ya..hitam tapi manis"Pina pun ikit memperhatikan cowok yang dilihat Sila
"Benerkan manis"Sila terlihat senang
Fara bingung dengan Pina biasanya Pina tidak pernah perduli dengan cowo tapi kenapa kali ini dia jadi ikut-ikutan Sila.
"Pin..lu nggak salah ngomong barusan"Tanya Fara bingung
"Nggak coba aja liu liat sendiri Far"Kata PIna
"Ah..biasa aja"Kata Farah ketika melihat cowok yang sedang diperhatikan Sila dan Pina
"Semua cowok juga dimata lu itu biasa aja Far.."Kata Sila
"Kok lu ngomong begitu Sil"tany Fara ketus
"Far..kita ini disekolah bukan belahjar aja kan ada kalanya kita cuci mata kaya sekarang"Kata sial hingga membuat Fara marah
"Maksud lu?"Fara marah
"Udah...udah...sil tinggalin kita"Pina berusaha menenangkan Fara
"Ngeselin banget sih tuh anak"Fara kesal
"Dah..lah..Far jangn dianggap omongannya itu"Pina berusaha menenagkan teman sebangkunya itu
"Sebenernya yang dibilang Sila itu ada benernya juga sih Pin"Kata Fara yang membuat Pina terkejut
"Maksud lu apa?"Pina bingung
"Ya..sebenernya gua itu bukannya nggak pernah melirik cowok tapi..."ucapan Fara terhenti
"Tapi apa..."Pina penasaran
"Tapi...sebenarnya ada cowok yang udah lama banget gua taksir"
"Siapa"Pina langsung bertanya penasaran
"Pak...guru Anto"Fara tersipu malu
"Apa pak Anto guru kesenian kita"Pina terkejut
"Ssssttt...diam jangan keras-keras"Fara langsung membekap mulut Pina
"Ya..ampun Fara pantas saja kamu sedapat nilai bagus kalau pelajaran kesenian"Kata Pina terheran-heran dan Fara pun hanya tersipu malu.
Satu minngu setelah kejadian itu.tiba-tiba Pina mendapatkan undangan yang sangat mengejutkan.
"Far lu tahu nggak yang taruh undangan di bawah meja kita"tanya Pina heran
"Undangan??Gua nggak tahu"kata Fara bingung
temui aku diruang kesenian,hanya itu yang dituliskan didalam undanng itu."Ruang kesenian jangan-jangan ini untuk Fara"kata Pina dalam hati"Far ini untuk lu kali"kata Pina memberikan secarik kertas undang itu kepada Fara
"Ah...bukan yang jelas bukan buat gua orang adanya dibawah meja lu"kata Fara sambil membaca kertas yang diberikan Pina"Ya..lu coba datang aja nanti gua temenin"
akhirnya mereka berdua pun bersama-sama pergi keruang kesenian,dan ternyata disan ada seorang cowok yang sedang menari-nari sendirian.
"Tuh...temuin"Fara mendorng Pina
"Ah..bukan kali Far...ni kan banci"kata Pina
tapi tiba-tiba cowok itu langsung mendekati Pina dan betapa terkejutnya Pina ketika melihat wajah cowok tersebut adalah cowok yang tempo hari dilihatnya bersam dengan Sila.
"Kamu..."Pina terkejut"kamu dancer?"Tanmya PIna ragu
"Iya.."cowok itu pun tersenyum manis
"Pin...dia ini dancer bukan banci dan sebenarnya dia itu saudara sepupu gua dan waktu itu Sila kasih tahu dia juga sngaja karena kita mau tahu reaksi lu sama sepupu gua ini and hasilnya positif"kata Fara
"Dancer cowok itu bukan berarti banci lho..Pin..."kata Vika dari belakang Fara yang disususl oleh Sila
'Jadi kalian merencanakan ini?"Pina terkejut"Tapi aku nggak suka sama dancer"Pina tegas
"Kemaren bilangnya tuh cowok manis banget"ledek Fara
"Iya..."ledek Sila
"Ih..kalian apa-apaan sih.."
"Betul kata mereka dancer itu bukan berarti banci atau pun cowok lemah gemulai aku cowok tulen ko percayalah"kata cowok bertampang manis itu"Kamu mau kan jadi pacar ku?"tanyanya dan teman-temannya pun langsung menyorakinya.
"terima..terima..terima..."sorak ketiga temannya
"Kalau aku terima kamu berarti aku punya cowok dancer dong"
"Iya..."katanya"bagaimana"Pina tersipu malu
"Iya.."kata Pina tersipu malu
WHEN YOU LOVE SOMEONE
“Ahhhh, sudah jam 10!!”. Dia merneriaki dirinya sendiri dalam hati. Buat dirinya sendiri jam 10 adalah masih pagi. Sebuah realita yang harus ia kalahkan nantinya saat ia benar-benar berada dalam dunia abu-abu kehidupan. Bermodalkan cuci muka dan gosok gigi, ia sedikit berdandan rapi. Jauh di luar konten idealis dirinya sendiri yang sering kali tampil slengek-an. Berangkat dengan kemeja lengan panjang berwarna abu-abu dan celana jeans warna hitam, sedikit membuatnya tampak gagah. Tapi sendal jepit yang jadi andalan pijakan kakinya tetap menjadi andalan sejati. “Ntar saja pas sudah nyampe”, bisiknya pada diri sendiri. Jam 10, kehidupan jalan tak ubahnya saat sore. Saat semua orang pulang dari aktifitasnya. Geliat kuda-kuda besi di jalanan tak henti-hentinya membuat keadaan semakin sumpek. Ia mengeluarkan henponnya dan lebih memilih mendengarkan radio. “Udah lama banget gak denger radio”,gumamnya.Sebuah lagu dengan lirik berbahasa Inggris menemani perjalanannya saat itu. Yang ia hafal hanya lah bagian lirik lagu “when you love someone,,,,dan bla…bla…bla…”. Konsepnya akustik. “Mungkin band d’cinnamons” katanya. Setengah berusaha ia mengingat lagi band yang berkonsep akustik tersebut. Tapi jalanan yang padat membuatnya tak mampu membuatnya menyimak seluruh lagu tersebut. Terdengar samar-samar di telinga, antara raungan kendaraan yang merepet di jalanan yang sempit beradu dengan suara sang penyiar radio yang secara samar-samar menyebutkan siapa penyanyi yang membawakan lagu tersebut.Sesampainya di tempat yang ia tuju. Berbincang dengan seorang teman sementara. Kemudian ia mengeluarkan laptopnya dan menginstal beberapa software yang sekiranya akan di butuhkan dalam proses aktifitasnya nanti. Dalam proses pendonlotan tersebut, ia membolak-balik sebuah koran nasional hari ini. “Bullshit!!,” bisiknya. Akhirnya dia berpindah ke web broser yang ada di laptopnya. Ia membuka facebook dan melihat beberapa up-date status teman-temannya. “Tak ada yang menarik”, gumamnya. Log out, setelah itu ia membuka beberapa web dari media-media online. “Sama saja!!”.Dia memang agak skpetis dengan beberapa pemberitaan media jaman sekarang. Menurutnya tugas jurnalis di jaman sekarang lebih banyak spekulasi tidak jelas, ketimbang sebagai media yang memberikan informasi. Parahnya lagi media sekarang lebih banyak mengkonfrontir suatu keadaan sehingga lebih sering menimbulkan opini ngawur di kalangan masyarakat. “Media harus bertanggung jawab jika masyarakat Indonesia bertambah bodoh!!”.Begitulah isi hati yang ingin gdisampaikannya ketika tiba-tiba ada seorang wartawan yang datang menanyainya dan memintannya memberikan pendapat tentang sebuah peristiwa yang sekarang tengah terjadi di Indonesia.Sekarang ia menggali informasi lewat gogle. Sesuatu yang bahkan dianggap hampir sama dengan Tuhan, karena ia tahu segalanya. Begitu lah persamaan dari sebagian orang tentang mesin pencari bernama gogle. Setelah hampir cukup lama bergulat dengan gogle, ia mulai mengetikkan beberapa kalimat di lembar microsoft wordnya. Ya, hanya beberapa kalimat yang terdiri dari 4 sampai 5 halaman. Setelah itu terhenti, dan di save. Dan selalu begitu setiap hari, tanpa ada sebuah maksud yang jelas tentang apa yang ia tulis. Jam sudah menunjukkn jam 3 sore. Hampir 5 jam ia bergulat dengan dunia maya dan mengutak-ngatik tulisannya sendiri. “Saatnya pulang!” teriaknya, sehingga membuat orang yang di sekitar yang masih asik dan larut dalam pekerjaanya masing menjadi terkejut. Setelah membereskan setumpuk kertas dan laptopnya ke dalam tas, dan ketika melewati sebuah ruangan ia kembali mendengarkan lirik lagu yang kali ini terdengar jelas baginya “When you love someoneJust be brave to say that you want him to be with you”“Him?”“Ah lagunya terlalu cewek banget”, gumamnya.Setelah itu langkahnya terhenti untuk mendengarkan lanjutan lirik lagu yang membuatnya penasaran “When you hold your love Dont ever let it go Or you will loose your chance To make your dreams come true”Tanpa ia sadari dirinya sendiri dikagetkan oleh sebuah sapaan lembut dari belakang“Permisi, saya mau mengambil henpon saya”, ujarnya sambil menunjuk ke arah meja.Ternyata suara lagu itu memang berasal dari sebuah henpon yang terletak di meja.“Lhoh mas?, di sini juga?” ujar wanita tersebut.Dia terkaget setengah mati, ketika wajah si wanita terlihat jelas.“Oww ya,, ehmm,,”Diam tanpa kata.“Ehmm, pa kabar nih?”, si wanita menjulurkan tangannya.“Baik”, jawabnya singkat tanpa membalas uluran jabat tangan dari si wanita.“Mas kerja di sini ya?”, tanya si wanita.“Heee, gak juga, ni kantornya teman, biasa lah numpang nge-net gratis”, ujarnya dengan senyum setengah hati.“Aku lagi sama temen ku”, katanya sambil menunjuk ke arah pria, “lagi cari koneksi “ katanya. Dengan senyum yang di paksakan.“Aku duluan”, ujarnya sambil melambaikan tangannya kepada si wanita dan berpaling, lalu menghilang.Selama perjalanan, dia masih saja kepikiran dengan lagu itu dan tentu saja si wanita itu.Setahun yang lalu….Mereka pernah bersama-sama, dalam hujan, dalam tawa, dalam susah. Hanya saja dia tak pernah mengucapkan satu kata pun, demi arti sebuah pertemanan saat itu. “When you love someone, just be brave to say”, itu yang selalu terlintas di pikirannya dalam perjalanan pulang.“Git pinjam broadband donk??”. Buat donlot yee, satu aja kok,,hihihi, ujarnya”Donlot apa bung”? Sigit berbalik bertanya“Cuma satu lagu”, ujarnya berbalk lagi.“Lagu apa tu?”, ujar Sigit.“Lagu yang sangat tidak kamu sukai”. Ujarnya lagi sambil mayakinkan bahwa lagu yang akan di donlotnya memang tidak sesuai dengan selera sigit yang lebih suka mendengarkan peter pan.“Apa kata kuncinya”??. Dia tidak tahu itu lagu siapa, tidak tahu judulnya apa, dan dia tidak bertanya kepada si wanita yang pernah di temukannya setahun yang lalu.“D***!!, kutuknya dalam hati.Yang dia tau hanya bagian lirik when you love someone.Dia mulai mengetikkannya di gogle.Setelah membuka-buka, ia menemukan kata Endah N Rhesa-when you love someone “Mungkin yang ini”, bisiknya dalam hati.Klik kanan- open link in new windowIa menemukan sebuah tulisan yang ada penggalan “When you love someone”Secara sangat serius ia memperhatikan lagunya. Ia pun mengetikkan kata tambahan di belakang “when you love someone” dengan tulisan “free mp3”.“Dasar penjahat”, bisiknya pada diri sendiri.Setelah menunggu sekitar beberapa menit, akhirnya proses download pun rampung. Langsung saja ia putar dan masukkan dalam daftar winamp.“Ndiiii,,, modeeemm!,,,”“Oh ya”Dia pun bergegas ke kamar Sigit dan mengembalikan modem tersebut. Hampir selama sejam ia mendengarkan lagu tersebut. Dan hanya lagu yang sama.Pikirannya menerawang beberapa tahun yang lalu. Saat ia berkenalan dengan seorang cewek. Perkenalan yang di mulai karena mereka di tempatkan dalam sebuah tim dalam sebuah project. Project yang lebih khusus pada pengembangan anak-anak tepatnya. Komunikasi yang intens yang terjadi setiap hari, membuat ia merasa mulai menyukai cewek ini. Meskipun wanita ini bukan lah tipenya. “Bersama dalam hujan Untuk melihat satu pelangi yang sama Dan…..”Banyak hal-hal yang di rasanya indah saat bersama cewek itu. “Tapi itu hanya perasaan sementara saja” ujarnya dalam hati. “Ntar kalau project ini udah kelar, perasaan itu juga ilang”. 1 tahun kemudian…..Sekarang hari sudah berkahir. Sang surya sudah mulai menjauh dari langit. Diganti dengan hamparan bintang-bintang yang bertahta di angkasa. Ia sekali-kali melihat henponnya. Bukan untuk melihat jam, tapi seperti menunggu sesuatu. Setumpuk kertas masih bertumpuk di meja kerjanya. Kertas yang berisikan “ide gila” dengan coretan-coretan yang akan merubah garis nasib berjuta-juta anak di negri ini. Setidaknya itulah yang akan di sampaikannya saat presentasi nanti dengan jumawa. “And the truth , I miss you, Yeah the truth is, That I miss you so”.Ringtone henponnya berdering, sepenggal bait dari alunan suara musik Coldplay menjadi ringtonenya. Ia melirik henponnya, satu pesan singkat dari Putri, “Wow, ide lo keren banget. Gw gak bisa kasih jawaban, tapi pak Yusuf pasti akan menyukainya”.“Thanks”, balasnya singkat.Satu pesan lagi masuk, bagaimana kalau bikin perayaanya, ya mungkin dengan sekedar ngopi-ngopi?”.“Sorry, gw mau langsung balik ke kos”, balasnya.“Mmmm, ok, gw tau lo pasti sedang rencanain project berikutnya. Good luck ya J”.Bergegas ia membereskan tumpukan kertas di mejanya, ia mematikan laptopnya, dan menyandang ransel bututnya yang sudah robek. “Kost sweet kost”, bisiknya dalam hati.Di tengah orang-orang sedang berkeluh kesah soalnya panas hari ini, tiba-tiba langit menjadi hitam. “Hujan”?. “Ahhhhh, gombal warming memang aneh”, bisiknya dalam hati sambil tersenyum-tersenyum sendiri. Semua orang yang sedang berhenti di lampu merah memandangnya. Dan dia tiba-tiba berhenti tersenyam-senyum sendiri. “Bisa disangka orang gila gw”.Lampu masih merah, beberapa anak-anak yang berusia sekitar 7 tahun tampak mengadahkan tangannya sambil meminta-meminta. “Tenang nak, mudah-mudahan 5 tahun lagi kalau pemerintahan ini nggak brengsek, lo gak bakalan minta-minta lagi di jalanan”., bisiknya dalam hati dengan semangat yang membara.Lampu hijau!Bebebrapa meter dari lampu hijau, di sebuah coffe shop baru dengan desain minimalis, seorang wanita manis sedang berkutat dengan laptop. Baru saja menyelesaikan kasus kekerasan pada anak. Bekerja sama dengan komnas anak. Si manis ini baru saja mendapatkan promosi. Selain itu ia juga mendapatkan beasiswa untuk gelar doktornya di Dortmund, Jerman. “D*a*n!!”. inikan musim kemarau. Kenapa hujan?, gerutunya. Ia memarkir motornya di depan coffe shop tersebut. Mencoba menghindar dari langit yang sedang tiba-tiba menangis. Harapannya untuk segera pulang ke kost dan leyeh-leyeh tertunda. Ia melirik ke belakang. “Sing coffe shop”. Begitu tertulis brand coffe shopnya. “Hmmmmmfffttt,,, masuk gak ya??”, tanyanya dalam hati.Ia melangkahkan kaki ke dalam coffe shop. Duduk di sebuah pojok.Mengambil sebuah map berwarna biru. Tertulis setumpuk kalimat dalam bahasa Prancis yang tidak ia mengerti. Tapi isi dalam map itu berbahasa Inggris. “Untunglah”, katanya. Meskipun ia tak yakin, karena bahasa Inggrisnya masih payah.Ia membuka lembar demi lembar halaman. Di sana tertulis profil beberapa latar belakang anak-anak yang sedang mengalami nasib kurang menyenangkan. Imigran-imigran gelap dari Afrika yang datang ke Prancis untuk mencari perlindungan. Agar mereka terbebas dari konflik berkepanjangan yang terjadi disana. Ia diundang menjadi salah satu peserta rapat untuk membahas nasib anak-anak ini. “Apa yang seharusnya di lakukan?”. Karena pihak Prancis sendiri sudah kewalahan menghadapi masalah ini. Beribu-ribu anak-anak terlantar datang ke Negara tersebut, dan terkadang kerap masih mendapatkan perlakuan diskriminatif di Prancis. Hanya sekelompok kecil orang yang peduli bagaimana dengan nasib mereka. Itu pun bukan orang Prancis. Karena mereka lebih sibuk membahas tentang cinta dan keromantisan serta bagaimana caranya ikut memanaskan konflik nuklir Iran dengan terus mengembosi PBB. Ia melamun. Sebuah pesan singkat masuk melalui henponnya, terdengar keras dari ringtone. Hampir membuat beberapa orang yang ada di coffe shop tersebut berpaling ke arahnya. Dan termasuk si wanita manis tersebut.“Yah, pulang jam berapa?, Hati-hati di jalan ya Yah”.Seorang bocah berusia 10 tahun, mengirimkan pesan singkat itu kepadanya. Membuatnia tersenyum.“Ayah pasti pulang, sebelum maghrib”, ujarnya membalas pesan itu.Mochammad Amir, nama bocah itu. Seorang bocah cerdas yang hanya dalam waktu satu tahun sudah mampu menguasai bahasa Indonesia. Bocah yang tak mampu lagi berjalan dengan dua kakinya selayaknya manusia normal. Anak kecil tak berdosa yang dinodai dengan hantaman ribuan peluru, dan rudal di sebuah negara konflik.Ia lalu membuka folder my son di laptopnya. Berbagai ekspresi Amir tertangkap dalam ratusan potret kamera.“Dimas??”. Suara itu mengagetkannya. Ada yang memanggil namanya.“H…hiii, Wi”, ujarnya ragu-ragu.“Masih inget aku toh mas?”, ujar si manis.*”Dia masih manggil gw Mas??”*“Hmffftt, yaaa”, seraya mengangkat bahu.“Sendirian aja mas?”.“Ya seperti yang kamu lihat”, senyumnya sedikt sumbang saat itu.“Hmfft bole gabung”, tawar Dewi.“Silakan”, ujarnya singkat.Dewi mengangkat laptop, tas dan beberapa lembar kertasnya dan menaruhnya di mana Dimas duduk. Lalu ia kembali lagi untuk mengambil kopi dan piring kecil yang berisikan croissant. “Kamu gak berubah ya mas?”. Tanya dewi.“Masih dengan kopi favoritnya, sepatu kets adidas, dan celana robek”, ujarnya sambil melirik ke bawah.“Aku mau beli rokok dulu”, ujar Dimas singkat. “Dan rokok!”, sambung Dewi sambil terkekeh.Dimas hanya tersenyum kecut. Ia beranjak dari kursi dan melangkahkan kakinya ke bagian kasir untuk membeli sebungkus rokok putih favoritnya.Mereka duduk berdampingan. Secara tak sengaja Dewi melihat foto bocah berusia 10 tahun yang ada di laptop Dimas. Ia melihat sebuah file dengan tulisan, Amir Birthdays. Lalu ia membalikkan foldernya, tertulis “ My Son”. Dimas kembali ke mejanya.“Hmmfffttt, sorry tadi aku buka, folder di laptop mu”. “That’s okay”.“So,,, itu anakmu”?.“Yup”.“Heyyy, ibunya dimana?”Dimas menghela nafas sesaat. “Ibunya sudah meniggal”, ujarnya singkat.“Upps, sorry”, katanya sambil memegang mulutnya. Sebuah ekspresi yang masih sama satu setengah tahun yang lalu, ketika Dewi meminta maaf atas sesuatu.“Gak apa-apa, nyantai aja”. “Mmmm,,, kalau bole tau, “kenapa?” “, lanjut Dewi.“Perang”.“Hah?, perang?, mana ada perang di Indonesia”?.“Prasaan gak ada perang di Indonesia”, lanjut Dewi penasaran.Ringtone dengan sepotong lirik dari Endah N Rhesa “When you love someone”, berdentang. Dewi melirik ke arah Dimas. “Kamu….”“Coba liat folder ini”, ujar dimas, sambil membuka sebuah folder yang bertuliskan “Secret”.Dimas beranjak dari kursinya dan mengangkat henponnya yang berdering.`````````````````````````````````````````````````````````````````````````````````````````````````Canda tawa menjadi bumbu dalam pertemuan mereka setelah satu tahun lamanya tak bertemu.“Oh ya Mas, kamu masih punya lagunya Endah N Rhesa, when you love someone”, kalau tidak salah……..”Ya, akhirnya aku download lagu itu dan jadiin ringtone hp”, ucapnya memotong pembicaraan Dewi.“Kalau seinget aku, waktu itu kamu,,,,”“Ya itu di kantornya Wawan waktu itu ya?”.Sebenarnya kedua insan ini terlihat sangat canggung berbicara berdua. Hanya candaan garing yang membuat mereka sesekali tertawa dan tersenyum. “Hmmmm, o ya waktu dulu kita pernah satu tim, kamu pernah cinlok gak seh mas”?.“Haha kamu ada-ada aja”.“Ya, sama Gilang misalnya atau Rani mungkin”“Gak mungkinlah”, ujarnya pendek.“Massssaaaaa ssiiihh,,,”, ujar Dewi ekspresi jahil.“Ganti topik aja dehhh”, ujar Dimas.“Gimana dengan kerjaan mu,,,,”, Dimas berbalik bertanya.Dewi mengambil alih laptop Dimas dengan sepihak. Ia mengontrol mouse, dan membuka folder “Writing” – “story” – “try to make love story”. “Ini!” ujarnya, sambil menunjuk ke sebuah file Microsoft bertitle “When you love someone”.“Itu kan cuma cerita”, biasalah cerita fiksi, dan,,,,,,,,“Tapi kamu pakai namaku, dan ceritanya nyata mas”, Dewi kali memotong pembicaraan Dimas.“Ini bukan fiksi!”. Lanjutnya.“Tapi,,,,,”“Kenapa kamu gak pernah bilang mas, kenapa, kamu gak pakai filosofis lagu yang kamu sukai “when you love someone”, “kenapa?”. Ekspresi Dewi, kali ini berubah.“Ah udah deh, ngapain kita berdebat soal ini, semuanya bisa terjadi pada semua orang kan”?, bantah Dimas, untuk menghentikan pembicaraan ini.Keduanya terdiam. “So,,?”, tanya Dimas.“Aku harus bilang sekarang dan lagi?”, lanjutnya.“Jarak Prancis dan Jerman tidak terlalu jauh kan?”, ketus Dewi dengan gaya cueknya.Sekarang dua tangan itu kembali bersatu. Sebuah romansa yang memungkinkan.

cerpen

KATA YANG TERTINGGAL
Selamat malam,
Maafkan aku meski aku tak tahu salahku.
Semoga di lautan hatimu ada aku.
Aku menyukaimu dan aku tak berharap banyak.
Semoga Tuhan mengabulkan permintaanmu.
Bersabarlah sedikit.

Maaf jika selama ini aku menganggu Mas.
Semoga kita dipertemukan dalam kedewasaan di hari yang lain.

Malam itu di hari yang tak ingin aku ingat sepanjang hidupku. Ku kira itu hanya gertakan dari gadis itu. gadis bodoh yang selalu menyalahkan dirinya atas kesalahan yang tak ada. gadis yang selalu meminta maaf untuk kesalahan yang aku buat. aku lupa tahun itu kapan, bulan apa dan tanggal berapa. Aku tak ambil pusing. Aku merayakan tahun baru itu dengan teman-temanku seolah SMS itu tiada artinya. Aku menerimanya dan aku langsung memasukan kembali HPku. Namun sebelum itu ia menelponku dan aku mematikannya. Memuakkan bagiku.
Aku menyalakan rokokku dan tertawa dengan temanku. Sedangkan hujan tengah sedikit mengirit airnya. Taiad bunyinya dan hanya ada tetesannya. Aku tak memperdulikan dirinya sedikitpun. Ia akan selalu sms aku setiap pagi meski aku jarang sekali membalasnya. Ketika ia bangun ia akan melakukannya, membangunkan aku dengan kata yang manis. Ia akan selalu melakukannya. Perhatiannya adalah makanan keseharianku namun itu tak ku anggap lagi. Aku tak ambil pusing, gadis tolol yang mudah kumanfaatkan.
Tiga orang temanku tahu aku. Mereka hanya diam karena mereka sadar kalau gadis itu adalah kesetku. Tempat yang mungkin tak akan lari jauh dari pintu rumah. Mereka hanya menanggapinya sinis, lalu kembali lagi menenguk soda.
“kamu yakin ngak balas dia?” Tanya sahabatku sambil memandangku yang diam tak ambil pusing.
“udahlah nanti kalau aku telpon… atau sms ia juga akan berubah pikiran.”
Lalu kami terdiam sejenak dan memandangi keramaian café. Tak pernah sedikitpun aku memikirkan perasaannya, aku hanya memikirkan perasaanku dan karierku. Aku tamak dan serakah. Tapi aku tak menyadarinya kala itu.
“kamu yakin?” kata Anton.
“yakin.” Kataku sambil menghisap rokok.
“kalian tengkar karena ia ngak mau nelpon kau. Padahal kamu pingin denger suaranya kan? mungkin kamu dan dia sama-sama sibuk. Kamu cinta dengannya…”
“males…ngomongin dia.”
Aku lalu berdiri dan meninggalkan teman-temanku. Aku berjalan dengan mengangkat payung menelusuri jalanan yang basah dengan air mata bumi. Aku menuju kamar kosku dengan santainya dan ku lihat ibu kosku tengah menonton sinetron. Dia sempat menyapaku dan aku langsung menuju kamarku. Ku baringkan tubuhku seolah benar-benar tak terjadi apapun.
@@
Esok paginya saat aku membuka HP biasanya ada sms darinya yang berisi sapaan pagi namun tak ada. aku tak ambil pusing kala itu. mungkin hanya sehari dan aku menjaga gengsiku. Aku tahu kalau aku tak akan mati tanpanya meski hanya sehari. Aku tak memungkiri kalau sebenarnya aku merindukannya. Sepanjang hari di kantor aku menatap HPku namun ia juga tak melakukannya. Bagaimana ini bisa ia lakukan? Mungkin kali ini ia ingin mengertakku dan aku juga tak takut sama sekali. Pikirku…
@@
Esok paginya lagi itu terjadi dan kali ini terus terjadi. aku tak terkontrol dan aku ingin sekali menyentuh HPku untuk menelpon atau mungkin sms. Jika menelpon maka aku mungkin termakan gertakannya. Maka aku tetap jaga kewibawaanku dengan egoku padanya. aku hanya mengirimkan sms,

Assm wr. Gimana kabarnya say?
Baik-baik bukan?
Sekarang lagi ngapain?
Aku kangen ama nasehatnya dari kamu, tahun baruan mau kemana?
Refresing ama cowoknya ya? Aduh… aku ditinggalin.

Ku kira ia akan membalasnya dan aku tetap menunggu. Mungkin inilah yang dirasakannya saat menunggu sms dariku. Aku melihat jam di dinding kantor untuk mengusir waktu yang datangnya begitu lambat. Mempercepatlah wahai waktu. Datangkan untukku sebuah jawaban dari kerinduanku atas dirinya. Aku menginginkannya kali ini. sungguh…
Aku mulai mengulur masa itu dan mengukur rasaku yang entah saat itu dimana. Tiba-tiba aku ketakutan kehilangan akan dirinya. Aku teringat nasehatnya kalau saat kita memainkan kartu kita sama-sama tak tahu kartu apa yang dipegang musuh dan yang jelas kartu itu adalah kartu gertakan. Dan ia juga mengatakan kadang kala ada salah satu dari pemain kartu yang muak menghadapi gertakan. Maka ia keluarkan AS untuk mengakhiri perlawanan King Dan Quen. Mungkinkah ia tengah muak denganku dan ingin mengakhiri gertakannya. Tidak aku tak yakin ia akan melakukan itu.
Satu jam berikutnya,
Aku menunggunya, kepanikan itu datang. dia menghilang…. Dan kalimat itu mengalun diingatanku.
Satu jam lima belas menit,
Aku tertatih, Nampak jenuh dan pikiranku menjauhi aku. Aku takut dan kali ini aku benar-benar panic namun aku menyembunyikannya.
Untuk pertama kalinya aku menyingkapkan egoku, aku mungkin harus mengeluarkan jurus kegombalan laki-laki.

Sampai kapanpun aku ngak bisa melupakan dirimu
karena selalu memberi nasehat dan perhatian ke aku.
Pacar ku yang dulu aja belum tentu kayak kamu.
Semoga kamu tak melupakan aku.

Namun tak jua ada jawaban. Amboi… aku benar-benar gila kali ini. ini mungkin kegilaan yang di rasakannya. Aku terdiam dan aku lagi-lagi menanggalkan semua pakaian egoku. Aku telanjang dengan kepasrahan. Memang hanya dialah yang mengerti aku, dialah anugerah-Mu yang aku tinggalkan. Aku menyesali itu. namun apa mau aku kata. Inilah yang terjadi.
Aku sadar tentang keberadaannya dan aku tak sadar kalau kesadaranku telah terlambat kala itu. aku hanya terdiam dan kali ini aku benar-benar telanjang dan mengambil HPku. Ku pencet nomernya dan lagi-lagi operator itu,
“maaf nomer yang anda tuju sedang tidak aktif. Cobalah beberapa saat lagi.”
“sial!” kataku sambil membantingkan tubuhku di kursi kerjaku.
Temanku Anton menatapku lagi. Ia tersenyum memandangku dan aku menatap wajah sindiran itu,
“kau kenapa? Kangen.. katanya kemaren….”
“sudahlah!” ku hentikan kalimat yang jelas-jelas benar adanya.
Aku berdiri dan meninggalkannya. Ia mengikuti langkahku dan mendampingi aku yang menyalahkan rokok di lobi.
Asap itu terbang merayap menjauhi tubuhku. Aku melihatnya tanpa makna dan juga tanpa mimic. Temanku tak merokok ia hanya menatapku. Ia tahu kala aku benar-benar terpuruk tanpa gadis itu. bagiku ia mentari yang menghangatkanku namun aku tak memperdulikannya. Itu yang aku rasakan… dan kini aku kecewa dengan apa yang aku lakukan.
“minta maaflah !”
“AAPA?”
Aku menatap temanku dengan heran. Dia hanya tersenyum, karena ia tahu kalau aku akan melakukannya. Ia mungkin telah menduganya.
“bagaimana caranya… lewat sms… telpon atau…” lalu da terdiam dan melanjutkan kalimatnya
“datangi saja dia.”
Aku lalu memainkan jariku dan kembali menatap temanku. Diam dan memohon diri akan petuahnya,
“apa ia akan menerimaku?”
“entahlah.. tapi apa salahnya di coba. Kadang wanita butuh umpan.”
Aku lalu terdiam dan egoku mulai meninggi. Bagaimana mungkin aku, aku mendatangi wanita dimana harga diriku sebagai laki-laki. Bukankah kaum wanita jumlahnya lebih banyak kini, jadinya mestinya mereka yang harus takut. Takut tak mendapatkan pasangan.
“sudah….sudah lah…”
“kau akan menyesal.” Kata Anton sambil meninggalkan aku.
Dua bulan kemudian, aku mencarinya namun ia tak ada. ku tunggu ia dan dia tak datang-datang.
Aku menyesal,
Maaf.. mungkin itulah kata yang ia lewatkan. Mungkin pula ia melakukannya dan kata maaf adalah kata yang aku lewatkan. Tapi apakah ia akan memaafkanku. Jika aku melihat sms terakhirnya ia masih memberiku harapan. Dipertemukan dalam kedewasaan di hari yang lain, dia masih menungguku. Aku tahu itu, ia tak bisa pergi jauh dariku. Aku menunggunya, hanya itu yang mampu ku lakukan. Ia tak menyisahkan sedikitpun jejak untuk aku telusuri.
@@
Rasa itu membekas sangat lama. Aku kehilangan dia sungguh dan kini aku sadari bahwa dari sekian banyak kesalahan yang aku lakukan. Hanya kesalahan terhadap dirinya yang tak mampu aku hapuskan. Dari banyak wanita yang datang, dialah yang tak mampu aku lupakan dan dari cinta yang singgah dialah yang tak mampu pergi dari relung sanubariku. Aku kehilangan dia, meski lama namun aku selalu merasa kehilangan dan kehilangan, lagi dan lagi….
Aku menyesal… dan aku menyadari kebenaran ucapan temanku itu terbukti. Sesalku hanya aku rangkai dalam doa atas keputus asaanku mencari jejaknya. Doaku padaNya hanyalah satu. Pertemukan kami kembali. Itulah yang aku panjatkan tiap kali aku teringat akan dirinya. Hingga suatu masa dia tahun ketiga penantianku, doaku terkabulkan.
Saat itu aku tengah berjalan menuju taman. Aku ingin mengusir kesedihanku yang sangat. Aku berjalan menikmati indahnya hijau dan birunya langit. Aku tengah memperhatikan semuanya hanya untuk melepas lelah. Mata yang teduh dan juga senyuman yang manis itu menatapku. Seolah semuanya baik-baik saja. Ia tak heran denganku namun anganku sungguh melambung dibuatnya. Aku mendatanginya… dengan setengah berlari. Kakiku ringan dan aku terasa terbang mendekatinya.
Dia tetap diam dan tak berkata apapun. Ia Nampak cantik dan aku jatuh cinta dengannya untuk kesekian kalinya. ia memandangku dengan mimic yang datar,
“hai… apa kabar Herman?”
Aku menatapnya dengan lekat-lekat dan mulutku serambi bergetar. “ aku baik-baik saja… kau…?”
“tak pernah sebaik ini sebelumnya.”
Dia lalu mengajakku duduk dibangku taman. Rambutnya yang panjang melambai-lambai dan aku ingin mengelusnya. Aku mengangkat tanganku tapi itu aku hentikan saat menatapku.
“sudah menemukan yang baru?”
Aku hanya menggelengkan kepala. Karena bagaimana mungkin aku bisa menemukan yang baru, jika hatiku tertutup untuk yang lainnya. dia membalas dengan senyuman manisnya.
“rasanya aneh… kenapa aku merasa sangat senang hari ini.”
“apa? Kau senang?” aku mulai melambungkan asahku.
“iya, tak pernah seperti ini. rasanya akan selesai.”
“apanya?” tanyaku lagi semakin bingung bercampur takjub.
“entahlah.”
Dia lalu terdiam beberapa saat. dia menunggu aku bicara dan akhirnya kesempatan itu aku gunakan pula. Aku mulai dengan pertanyaan wajar lainnya.
“kenapa kau meninggalkan aku?”
“karena harusnya sejak lama itu yang aku lakukan. Lebih baik sakit sekali karena cinta dari pada sakit berkali-kali karenanya.”
“maafkan aku, mungkin harusnya itu yang aku lakukan sejak dahulu.”
Dia hanya terdiam, lalu ia menatapku. Matanya bercahaya dan ia sunguhkan seyuman padaku. manis dan itu menghapus lukaku yang dalam.
“aku sudah memaafkannya dan harusnya Herman juga memaafkan diri Herman.”
Aku kaget bukan main dengan ucapannya. Ia lalu merangkulku dan mendaratkan senyuman di keningku.
“maafkan aku juga.”
“tidak. Kau tak salah… akulah yang salah.”
Ia lalu melepas rangkulannya, tersenyum dan menatapku. Lalu ia kembali menatap ke arah taman. Aku memberanikan diri menyentuh tangannya yang halus dan lembut bak mentega. Amboy… hatiku senang tiada tandingannya. Ku kira, mukanya akan memerah namun ternyata tidak. Ia balik menatapku dengan tatapan datarnya.
“bisahkah.. kita ulangi lagi?”
Dia lalu terdiam dan tersenyum. Itu jawaban yang memungkinnya. Ternyata ia tak berubah. Ia selalu luluh denganku. Ini mungkin ada bukti bahwa cintaku selalu menang di hati dan logikanya. Akulah tahta yang ada di sanubarinya.
“aku terlalu sakit dengan semuanya. Aku selalu salah dan tak berarti bagimu. Ada luka bersemai di hatiku dan ku kira dengan tetap bersamamu setidaknya aku akan bahagia. Tapi… aku salah Herman.”
“maafkan aku sungguh. Aku telah melakukan banyak kesalahan padamu.” aku meremas tangannya.
“maaf memang kata yang tertinggal di masa lalu kita. Aku tidak bisa…. Itulah kata yang kumiliki kini” Ia menutup matanya saat ia katakan itu. ia takut menatapku, ia masih berbaik hati padaku.
“appa??” aku terkaget dan ku lepas tanganku.
Dia menarik tangannya dan menaruhnya di dada.
“ku kira dengan mencintaimu aku akan bahagia meski disakiti. Kau sakiti aku dan aku selalu mengalah… ibarat memainkan kartukau mengertakku dan aku terintimidasi. Dan disuatu titik aku ingin mengakhiri semuanya. Maka aku keluarkan As.”
“maafkan aku.. ku mohon berikanlah kesempatan itu?”
Dia lalu menarik nafas panjang dan berkata,” sudah ku berikan berkali-kali.”
“benarkah… apakah kau mau….” Sebelum aku mengucapkan kalimat itu ia menatapku,
“dimasa lalu ku berikan itu namun kau tak mau tahu.”
“maaf……”
“aku sudah melakukannya meski kata maaf itu selalu tertinggal. Sudah berakhir….. inilah kenyataannya. Jika kau mencintaiku maka kau akan membiarkan aku bahagia.”
“tidakkk…”
“hiduplah bahagia… doaku menyertai kebahagiaanmu.” Ia lalu menepuk punggungku dengan halus.
“tunggu….”
Dia lalu meninggalkan aku bak angin. Aku bingung… tubuhku kaku dan aku baru rasakan kematian yang maha dasyat. Dia berjalan dengan anggunnya meninggalkan aku. Tubuhnya yang indah itu meliuk-liuk dengan gaun putihnya. Aku sungguh ingin mengejarnya namun saat aku berdiri ku lihat sesosok yang malah memenggal kepalaku. Seorang laki-laki dengan merentangkan tangannya menyambut dia. Dia sempat memandangku dan menggelengkan kepala saat aku akan menghampirinya. Senyuman itu melarangku untuk bertingkah bodoh dan menyadari kesalahanku. Dan yang paling aku sukai, ia memberikan mimic lembut salam perpisahan dan meminta restu padaku. aku hanya bisa mengedipkan mataku sebagai ganti dari semua bahasa tubuhku. Kami mengucapkan selamat berpisah hanya lewat mata. Ini mungkin kebahagiaan yang ia tunjukan padaku. itulah cinta yang harusnya aku berikan padanya.
Aku terdiam, mematung dan ini adalah kematian kali kedua setelah kehidupanku. Hanya empat menit dua puluh empat detik aku hidup dan kini ku nikmati kematian yang lama.
Maaf adalah kata yang tertinggal. Aku sesali itu dan benar kata orang lain sesal tak akan mengembalikan cintaku yang telah hilang. Dan kau tahu teman, aku melewatkannya dan kini aku dalam keterpurukan. Aku tak melihat pancarannnya ketika ia ada dan kini ku tahu itu ketika ia sudah tak ada. beruntung sekali laki-laki itu. dia beruntung karena melihat pancaran itu….. beruntung….

the end

cerpen

Aku adalah sang penguasa taman. Hanya aku yang berkuasa diantara dedaunan yang menghijau, kekuningan dan juga daun-daun mati yang mengering. Aku selalu berjalan dengan pongahnya menyusuri kebuh. Kebun ini adalah rumahku dan semua benda mati yang ada adalah keluargaku. Kadang kala aku berhenti, untuk melihat siapakah yang baru san siapakah yang menghilang. Seperti matahari, bulan, bintang dan seisi yang mampu aku lihat kapan datang dan juga pergi.
Kali ini mentari bersinar celah. Aku berjalan di pinggiran taman dengan memperhatikan siapa yang datang dan juga pergi. Aku memperhatikan semua aktivitas yang ada di balik cendela barok itu. mataku terbelalak, terbuka dan juga takjub melihat mahluk ciptaan Tuhan yang begitu sempurna. Aku mengintipnya dan melihat dia yang terdiam memandangi bunga gardenia putih yang ada di dekat cendela.
Lalu seorang wanita setengah baya masuk. Keduanya saling berpelukan dan saling bercanda. Dia tersenyum begitu ringan dan juga manis sekali. Aku iri dengan wanita itu, aku juga ingin dipeluknya dan juga berbagi senyuman itu. Wanita setengah baya itu berkali-kali ia panggil dengan sebutan mama.
“mama….mama…. tahukah kenapa aku senang pagi ini?” kata gadis itu sambil menatapku, mungkin bukan tapi bunga gardenia putih yang ia tatap.
“ mama tidak tahu sayang, ada apa?” Tanya mamanya sambil merapikan selimut anaknya yang tak rapi.
Dia tersenyum menatap mamanya dan dia menatap ke arahku. Matanya mengatakan kalau akulah yang ia maksud. Ia tahu apa yang ada di mataku, sebuah cinta ia sajikan di matanya dan busur panah cinta ia luncurkan lewat senyuman itu.
“dia mama.” Tangan kanannya menunjukku yang terpaku dengan pandanganku.
Mamanya menoleh padaku, lalu ia tersenyum. Ia berjalan menujuku. Oh… jantungku bergetar dengan kencang. Dak..dik…duk… rasanya aku terbang ke awang-awang. Melambung tinggi. Tapi tiba-tiba.. pyarrrr itu mungkin bunyi hatiku yang pecah. Ketika mamanya tak membukakan cendela malah hanya mengambil vas bunga itu.
“bunga ini memang indah.”
“iya… mam….” Katanya sambil terus menatapku.
“mama akan taruh di dekatmu.”
“terima kasih.”
“sama-sama, Maria….” Kata mamanya sambil mencium keningnya lalu meninggalkannya sendirian.
Aku menatapnya begitu lama. Ia tak seperti pasien-pasien lainnya yang memiliki banyak teman atau setidaknya seorang teman yanga menemaninya. Ia lalu berjalan menuju ke arahku. Menatapku lalu tersenyum. Mata kami saling berpandangan satu sama lain. Ia melihatku dengan tatapan menusuk. Oh… betapa indahnya mata itu.
Ia membuka cendelanya dan tersenyum melihatku,
“oh… kau menatapku sejak tadi… apa yang kau lakukan?” tanyanya sambil menyentuh pipiku.
Ia sungguh berbeda dengan yang lainnya. tangannya yang lembut menyentuh pipiku lalu ia memelukku dengan eratnya. Dan tubuh itu mengijinkan aku memasuki kamarnya. kamar yang berbau obat-obatan. Rasanya sanggat berbeda sekali dengan pasien yang lainnya. kami memakai pakaian yang senada. Putih-putih semuanya serba putih. Pakaianku dan pakaiannya juga putih. Ia mempersilahkan aku duduk di sofa yang empuk dan memberiku kue spon keju yang lembut,
“makanlah…. Kau akan sangat menyukainya.” Katanya dengan lembut sambil menyerahkan sepotong kue itu di dekatku.
“terima kasih.” kataku dalam hati.
“tak perlu sungkan….” Katanya. Ia tahu apa yang aku katakan meski aku tak mengatakan kalimat itu. ia tahu apa yang ada di hatiku rupanya. Benar-benar Maria dewi cintaku.
“siapa namamu? Bagaimana kalau Prince? Aku suka nama itu. ”
Aku hanya mengangguk, padahal sebelumnya yang lainnya memanggilku dengan si meong.
“kau sungguh manis Prince… apakah kau sendirian disini?”
“aku sendirian Maria sayangku.” Kataku lagi dalam hati.
“kita sama Ya… selalu sendirian. Mamaku selalu kerja dan papaku jarang pulang lalu adikku selalu sibuk dengan bolanya, tapi aku menyanyangi mereka, ingin sekali aku menjaganya sepanjang umurku, jika itu mungkin tentunya. Ya… mungkin ini takdir kita Prince, sendirian….” Ia melamun sejenak, menghilangkan gambaran kesedihannya. Lalu ia menatapku dengan mata yang berbinar.
“maukah kau jadi temanku Prince?”
Aku hanya mengangguk pelan sambil menatapnya. Ia lalu tersenyum dan mencium keningku dengan penuh cinta.
Maria… oh… Maria cintaku, setiap detik aku memikirkanmu. Membayangkanmu dan juga aku ingin selalu bersamamu. Aku hanya selalu berdiri di depan cendelanya saat ia terlelap. Aku diam-diam menatapnya. Melihat Mariaku yang tertidur. Esok paginya aku yakin seiring matahari bersinar menyajikan kehangatannya ia juga akan bangun lagi. Maria sebagai seseorang yang mistis dan magis yang sungguh mengairahkan. Sejak pertemuan itu seakan aku tersihir. Ia memelukku dengan erat ketika ia berjumpa denganku untuk pertama kalinya. tangannya begitu lembut saat membelai kepalaku. Aku jatuh hati dengannya untuk pertama kalinya. kehangatan pelukan itu dan sentuhan lembut itu masih terasa hingga sekarang, apalagi ciumannya yang melambungkan anganku. Rasanya seperti mimpi bagiku.
Dia membawaku memasuki dunianya dan kami sering bertemu di taman. Aku yang tetap diam saat menatap betapa indahnya ia. Dia akan menatapku. Mariaku…oh… Mariaku kaulah mentariku. Aku sungguh mencintaimu….
Dia datang sore ini. ia tersenyum melihatku dan langsung duduk di dekatku. Matanya yang bersinar menatapku. Saat itu aku melihatnya dengan seksama. Menatap wajahnya yang bersinar karena pantulan sinar matahari. Ia menatapku lalu tersenyum bulan sabit dan berkata,
“hai Prince apa yang kau lakukan Prince?”
Aku hanya terdiam dan aku berpikir dalam hati, apa yang akan aku lakukan dengan rumput yang ada di mulutku. Oh… aku sungguh Nampak bodoh dan juga tolol.
“apakah kau ingin mencoba menjadi vegetarian?” tanyanya lagi sambil membersihkan tubuhku dari daun kering dan rumput.
Aku hanya menggeleng pelan sambil memanjakan diriku dengan melingkari tubuhnya dengan tubuhku.
“oh… Prince kau membuatku geli.”
“benarkah?” tanyaku dalam hati.
“tentu aku senang dengan apa yang kau lakukan.” Dia menatap mataku lalu kami saling berpandangan.
“aku menyukaimu Prince.”
Oh… Maria jangan kau katakan itu lagi. Kalimat itu sungguh menusuk jantungku.
“apakah kau menyukaiku, Prince?” tanyanya lagi
Aku hanya menggaguk malu. Lalu aku menatapnya lagi, wajahnya yang berbinar dan senyuman kebahagiaan itu menghiasi wajahnya. Aku sungguh jatuh hati padanya.
“kau memang lelaki sejati.” Katanya.
Oh… selama kelahiranku hingga kini tak ada mahluk sepertinya yang mengatakan aku tampan apalagi mengatakan kalau aku adalah lelaki sejati. Aku sungguh tersanjung dengan apa yang ia katakan. Kata-kata yang mengangkatku dari ketiadaan jati diri menjadi mahluk yang paling sempurna.
“Mariaku tentu saja aku akan selalu menjagamu, menyanyangimu dan mencintaimu.” Kataku dalam hati.
“aku tahu kau mencintaiku.” Dia menatapku dan tersenyum, “ aku juga mencintaimu Prince. Cintailah aku selamanya… aku mencintaimu Prince jangan kau tinggalkan aku.”
Ia lalu memberikan aku roti kesukaanku. aku langsung memakannya Karena aku sangat suka roti-roti yang ia bawa. Kami makan bersama sambil menikmati angin sore yang sepoi-sepoi. Jauh dari keramaian dan tak ada yang menyentuh kami. kami sungguh menikmati sore hari yang indah. Langit mulai menghiasi warna biru itu menjadi keemasan dan matahari mulai berpamitan dengan kami. aku menatapnya dengan keteduhan, lalu ia juga menatapku. Kami saling jatuh cinta dengan saksi langit dan juga bumi,
“Prince andai kau laki-laki aku ingin sekali kau membawakan bunga gardenia putih untukku. Aku suka bunga itu dan alangkah aku senang jika kau yang membawakannya.”
“Pasti aku bawakan sayang, apapun yang kau minta.”
Malam harinya aku berkeliling di sekitar taman. Aku takut di luar taman karena dunia itu sangat asing bagiku. Aku tak mendapati bunga itu tumbuh di taman kota Jakarta yang panasnya minta ampun. Aku hampir putus asah namun saat aku melintasi kamar Maria semangat itu tumbuh lagi. Aku menatapnya yang tertidur, terlelap begitu dalam dan begitu cantik. Tangan Tuhan memang sunguh sempurna saat menciptakannya. Seperti putri tidur dan alangkah bahagianya aku menjadi yang ia cintai.
Aku lalu mendapatkan ide. Aku berjalan menelusuri sekeliling rumah sakit. Menatap dari satu cendela kecendela lainnya. dari satu lorong ke lorong lainnya dan dari satu kamar ke kamar lainnya aku telusuri. Aku tak menemukan bunga itu. aku sungguh ingin membawakan bunga itu dan menghadiahkannya padanya. aku ingin saat ia membuka matanya dan ia dapati setangkai bunga gardenia di dekat cendela ia akan tersenyum. Ia akan bahagia dan aku suka ketika ia bahagia. Aku duduk terdiam dengan lesuh di bangku taman. Aku tak bersemangat lagi. Aku tenggelam di dalam emosiku, aku ingin seperti mereka yang bebas mencarikan apa yang kita mau dan melakukan banyak hal. Aku ingin menjadi mahluk yang disebut mahluk lainnya manusia. Aku iri dengan mereka yang bisa berbicara, berjalan, berlari, berbelanja dan memetik bunga atau menanam bunga.
“Ijinkanlah aku melakukannya Tuhanku, karena hanya itu yang ia minta dariku. Setangkai gardenia yang ia mau…”
Fajar perlahan menyingsing dan aku semakin malu pada diriku yang tak mampu melakukan satu-satunya permintaan Maria. Aku ingin sekali melakukannya. Meski aku hanya seekor kucing setidaknya aku ingin melakukannya pada cintaku. Tuhan rupanya mengabulkan apa yang aku minta. Aku melihat salah seorang laki-laki setengah baya bersama seorang anak kecil membawa seikat gardenia dan menaruhnya di dekatku. Laki-laki itu sedang berbincang-bincang dengan bocah munggil itu.
“jangan tunjukan wajah sedihmu pada kakakmu, ia akan bersedih melihatmu.”
“baik.. papa…” katanya.
“kakakmu sedang sakit leokimia, jangan katakan kalau dokter sudah angkat tangan. Jika ia Tanya katakan kalau ia baik-baik saja. Karena hanya sebatas itu yang mampu kita lakukan, mengiringi hari-hari terakhirnya.”
‘”iya papa… akan aku lakukan. Semoga saja kita masih memiliki waktu itu.”
“iya, Nak.” Kata papanya sambil mengelus ubun-ubun anak itu.
Aku berjalan pelan-pelan mendekati rangkaian bunga itu. mataku yang hanya tertuju padanya. aku semakin tergugah ingin memilikinya untuk Mariaku. Keduanya tak memperhatikanku karena baginya mana ada kucing yang mencuri bunga. Aku mengunakan instingku untuk mengambilnya. Wuusss… aku mengambil seikat bunga itu dan lari sekencang mungkin. Cukup berat sekali aku membawanya. Hanya berjarak dua meter aku sudah tak kuat lagi membawanya. Aku langsung berbalik dan ingin mengambil hanya satu tangkai bunga gardenia itu. aku mengoyak rangkaian bunga berbungkus pita merah mudah itu. secara tak sengaja aku merontokan sebagian besar mahkota bunganya.
Lelaki setengah baya itu mendekatiku.
“sayang sekali bunganya rusak…”
Lelaki itu menatapku dan sambil jongkok ia melihatku, lalu tersenyum.
“tak apa… mungkin anakku tak mempermasalahkannya. Apa yang akan kau lakukan dengan bunga itu kucing?”
“meoongg.” Kataku padanya.
“bermainlah dengan bunga itu.” katanya sambil meninggalkanku.
Bocah laki-laki itu menatapku lalu tersenyum mengikuti langkah papanya. Aku lalu kembali mengoyak pita merah muda itu. karena aku tahu saat pita merah muda itu terbuka aku akan dengan muda mengambil setangkai bunga kesukaan Maria. Aku berusaha melakukannya dengan sekuat tenanga, berbalik, berguling, menggigitnya dan alhasil aku berhasil. Pita itu terbuka aku langsung memilih bunga gardenia yang masih sempurna. Hanya setangkai, mungkin Tuhan sengaja menyisahkannya untukku. Aku berlari kencang dengan menaruh tangkai bunga itu di mulutku. Aku tahu kalau aku terlambat menaruh bunga ini, namun setidaknya lebih baik terlambat dari pada tidak sama sekali. Tak ada kata terlambat untuk cinta. Aku berlari dan membayangkan betapa senangnya Maria saat ia tahu apa yang aku lakukan untuknya.
Aku menaiki sebuah pot seperti biasanya, lalu berdiri di ambang pintu. Alangkah terkejutnya kau saat kau mendapati sebuah kejadian yang tak pernah kau bayangkan. Sebuah kejadian yang akan menorehkan kesedihan sangat dalam hingga kau sudah tak mau lagi hidup. Aku menatapnya, menatap ranjang maria dan banyak sekali yang mengelilinginya. Seorang dokter, empat perawat, mama, bocah munggil tadi dan papanya. Mungkinkah mereka mama, papa dan juga adik Maria yang pernah ia ceritakan padaku? papa dan mamanya saling berpelukan dan menangis terseduh-seduh. Lalu adiknya hanya terdiam tak tahu harus bagaimana. Matanya nanar dan ingin sekali ia tak mempercayainya. Aku semakin kebingungan. Ingin sekali aku menerobos cendela yang berlapis kaca. Aku sudah mendorongnya berkali-kali namun tak bisa. Terlalu kuat dan terkunci.
Aku melihat tangan dokter menutupi Maria…dewi cintaku dengan selimut putih yang biasa menyelimuti tidurnya. Aku tahu kini, kalau Maria telah pergi untuk selamanya sama seperti pasien yang lainnya. kenapa harus Maria? Kenapa bukan pasien yang lain… atau mungkin aku saya yang mengantikannya. Aku melongo dan bunga itu terjatuh. Rasanya matahari tiba-tiba menghilang dan hari yang cerah itu juga berubah menjadi mendung dengan tiba-tiba.
Kucing juga mahluk yang bisa menangis dan juga patah hati. Terasa Tuhan tak adil padaku dan terasa Tuhan mengambil satu-satunya kebahagiaanku. Aku memungut bunga gardenia yang terjatuh lalu menaruh setangkai bunga gardenia itu di ambang cendela dan meninggalkan kamar itu dengan lemas dan tak bernyawa. Kesedihan menyelimuti buluku dan juga hatiku.
Setengah hati aku menjalani hari-hariku. Aku sudah tak lagi menginginkan hidupku, tak langi ingin tahu apakah matahari bersinar, berapa jumlah bintang di langit dan apa yang dilakukan bulan malam harinya. Aku hilang walau aku ada, dan hari-hariku bagai sekam dan juga duri. Tiada lagi kebahagiaan dan tak tahu berapa hari yang aku lewatkan. Hatiku semakin bersedih ketika aku melintasi kamaranya dengan ranjang yang kosong dan dengan memory yang begitu kuat.
Suatu ketika di sore yang sunyi terdengar suara boca laki-laki yang memanggil mamanya. Ia menatapku dengan mata yang sama dan juga senyuman yang aku kenal. Aha.. ia adalah bocah kecil itu namun itu tak meningkatkan emosiku.
“mama…mama… ini kucing yang membawa bunga itu.” katanya sambil berlari mendekatiku.
Mamanya datang dan menatapku dengan seksama.
“oh… ini kucing yang waktu itu.” ia mulai mengingatnya, “ ya.. ini kucing yang waktu itu. lihat pa… ini kucing yang Maria ceritakan pada kita.”
Laki-laki setengah baya itu mendekat juga. Ketiga menatapku setelah sekian lama aku tak mendapatkan tatapan sayang itu. mukaku memerah karena malu namun kesedihanku masih sama. bocah itu mengendong dan papanya mengelus kepalaku.
“namamu Prince kan? kau akan jadi anggota keluarga kami yang baru. maria menitipkanmu pada kami…” kata mamanya.
“meong…”
“kau sungguh sangat manis dan juga tampan. Apakah kau bersedih karena Maria putriku meninggalkan kau?” kata papanya sambil mengambilku dari rangkulan anak kecil itu.
“meongg..”
“jangan bersedih.. dia pergi dengan senyuman yang indah. Dia ingin kan menjadi bagian dari kami. kami akan menyanyangimu sama seperti kami menyanyangi Maria. Terima kasih karena kau terus menemani Maria di rumah sakit. Meski kau hanya seekor kucing namun aku tahu kasihmu mengalahkan kasih kami pada maria.” Kata mamanya.
Maria… oh… dewi cintaku lupanya benar-benar mencintaiku. Ia menjadikan aku wasiatnya, ia meminta keluarganya merawatku agar aku memiliki keluarga dan tak di telantarkan lagi. Oh… sungguh baiknya Maria. Terima kasih Maria kau berikan aku cinta dan kini kau beikan aku keluarga. Aku akan menjaga mereka seperti mimpimu. Aku akan menjaga mereka sampai akhir hayatku sama seperti yang kau katakan saat kita berjumpa kembali.